Ciri Rumah yang Diminati Milenial: Tak Perlu Luas & Tak Butuh Halaman

Pengembang perumahan dan pemerintah harus mulai memikirkan penyediaan hunian yang terjangkau generasi milenial di DIY. Segmen pasar untuk sektor ini sangat tinggi dan punya karakter khusus, tetapi belum banyak digarap.

Menurut Rama Adyaksa Pradipta, Ketua DPD Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) DIY, milenial adalah salah satu pendukung bisnis properti di Indonesia, termasuk di DIY.
“Generasi milenial di Indonesia mencapai 80 juta dan mereka punya karakter khusus yang membutuhkan properti dengan jenis berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya yang cenderung membutuhkan hunian yang luas,” kata Rama dalam Seminar Investasi Properti di DIY Masih Menguntungkan dan Aman di Hotel Ibis Style, Kota Jogja, Kamis (30/1/2020).
Dia mengatakan generasi milenial, yakni mereka yang berusia 20-34 tahun, cenderung tidak membutuhkan halaman sehingga tidak masalah tinggal di hunian vertikal. Mereka juga tidak memikirkan warisan untuk generasi berikutnya.
BACA ARTIKEL KONTRAKTOR JOGJA : Cara Menghitung RAB
“Dengan demikian, penjualan properti tidak harus berupa hak milik, tetapi bisa dalam bentuk sewa jangka panjang,” ujar dia.
Faktor lain yang menentukan adalah akses terhadap transportasi publik. Milenial tak masalah menggunakan transportasi publik untuk bepergian, asalkan cepat dan gampang dijangkau.

perusahaan kontraktor di jogja
kontraktor pengaspalan jogja
kontraktor jogja solo semarang
kontraktor bore pile jogja
kontraktor aspal hotmix jogja
kontraktor murah jogja
kontraktor ahli kolam renang jogja
kontraktor bore pile di jogja
kontraktor jogja solo
kontraktor kolam renang jogja
kontraktor aspal jogja
jasa kontraktor jogja
perusahaan kontraktor jogja
kontraktor di jogja
kontraktor jogja
Menurut Rama, kebutuhan perumahan untuk generasi milenial terdiri atas tiga tipe, yakni tipe 24 untuk mereka yang berusia 20-24 tahun, tipe 36 untuk mereka yang berusia 25-29 tahun, dan tipe 45 untuk mereka yang berusia 30-34 tahun.
Profil generasi milenial tersebut menjadi tantangan pagi pengembang untuk membangun hunian yang cocok dengan harga terjangkau. Kebutuhan akan hunian vertikal juga bisa menyiasati tingginya harga tanah di DIY.
“Harga tanah di DIY cenderung tidak terkendali dan menyulitkan pengembang membangun rumah dengan harga terjangkau," kata Rama.
Menurut REI DIY, sekitar 70% masyarakat DIY membutuhkan hunian dengan harga di bawah Rp300 juta. Sementara, rumah dengan harga tersebut sulit dibangun karena tingginya harga tanah di provinsi ini. Rama memberikan contoh batas harga rumah bersubsidi yang ditentukan pemerintah, yakni Rp150 juta. Menurut dia, untuk membangun hunian dengan harga tersebut, harga tanah paling tinggi sehingga tidak merugikan pengembang adalah Rp200.000 per meter persegi. Harga tanah di bawah Rp200.000 per meter sudah sangat sulit ditemukan, kecuali di daerah yang jauh dari keramaian.
INFO MEMILIH KONTRAKTOR : Tips Memilih Kontraktor Bangunan Jogja
"Dengan tingginya harga tanah yang membuat pengembang tidak leluasa bergerak, hunian vertikal menjadi solusi, tetapi ini bukan tanpa masalah,” ucap Rama.
Hunian vertikal, terutama di Kota Jogja dan Sleman, terhalang Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) karena keberadaan Bandara Adisutjipto. KKOP mengakibatkan bangunan vertikal tidak boleh lebih tinggi dari 32 meter.
sumber : jogjapolitan.harianjogja.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jasa SEO Link/URL Website anda di Halaman 1 Google.co.id

5 Cara Efektif Untuk Tetap Hangat Saat Berkemah Dalam Cuaca Dingin

Apa itu kontraktor jogja yang terpercaya